Untuk Dia
Tidak semuanya tampak benar-benar sulit, walaupun setidaknya dia pernah bersamaku.
Siapa yang mengira laki-laki sepertiku, yang pernah
berpikir tidak akan mengalami kisah cinta justru mengalaminya.
Suatu hari di kelas 11 SMA, seorang gadis rambut
sebahu datang sebagai anak baru. Kulit putih, lebih pendek dariku, berjalan
menyusuri sekolah menuju kelas dengan sikap sombong. Awalnya aku tidak
berpikir bahwa dia akan memanah hatiku setelah kami bertemu.
Karna kursi disampingku kosong, dia duduk di dekatku. Dia lumayan pintar dan saat bel istirahat dia membaca buku komik. Bahkan dia suka membawa bekal daripada membeli makanan di kantin. Dia sangat berantakan saat menulis, semua meja seperti miliknya dan buku-bukunya berserakkan. Sikunya terus mengganggu, membuatku kesal dan terlebih lagi dia suka menggoyangkan kakinya di meja. Meja selalu bergerak membuatku sulit untuk menulis. Dia bersikap bukan selayaknya perempuan.
Tapi entah mengapa kekesalan itu malah membuatku menyukai hal buruk itu. Terkadang
dia membeli makanan di kantin dan membawanya di kelas, dia makan saat semua
orang memperhatikan guru. Sikapnya yang seenaknya membuatku merasa dia tidak
mengangap diriku ada.
Suatu ketika aku memarahi nya, bukannya meminta maaf dia malah membenciku. Beberapa kali aku juga melihat sifat sombong dan keras kepalanya terhadap teman-teman yang lain. Aku tidak tahu mengenai dirinya, sikapnya selama 3 bulan membuatku tidak menyukainya.
Saat teman-teman cowok meledekku mengenai dia, aku selalu
bersumpah tidak akan menyukainya walau dia gadis cantik di sekolah. Aku
berpikir apakah dia menganggap kecantikan dan kepintarannya sebagai dasar kesombongannya dan membuat dia bersikap seenaknya.
Tidak ada yang tau saat di malam itu, aku ke warnet dan yang benar saja gadis itu juga bermain game kesukaanku. Ternyata dia sangat jago. Malam itu dia bersikap baik dan mengajakku ikut bermain bersama. Yang benar saja selain pelajaran dia sangat jago bermain.
Karena
tidak mau kalah, aku berusaha mengalahkannya dan dia sangat kesal. Taruhan harga diri tentunya jika aku kalah. Karena aku menang dia menarik
bajuku dan mentraktirku makan mie di dekat warnet. Dia juga memesan mie
kesukaanku dan kami berdua suka rasa pedas.
Bahkan minuman kesukaanku juga kesukaannya. Saat
itu kami banyak berbicara, di malam itu dia berbeda dari yang kulihat di sekolah. Lalu dia memberi tahu padaku bahwa ada film kesukaannya yang akan tayang. Dan lagi-lagi
itu juga film kesukaanku, dan minggu depan kami berencana untuk ke bioskop
bersama.
To be continued..